Text
KERAGAMAN KAPANG DAN KADAR AFLATOKSIN B1 PADA IKAN ASAP BANDENG (Chanos chanos Forsk) DAN PATIN (Pangasius sp.) ASAL SURABAYA, SIDOARJO, DAN PASUKAN DI JAWA TIMUR
Produksi ikan asap di Jawa Timur mengalami peningkatan karena tingginya permintaan pasar. Pengasapan ikan merupakan salah satu teknik mengawetkan ikan dengan memberi warna, rasa, dan aroma asap yang khas pada ikan. Pengasapan ikan di Jawa Timur umumnya dilakukan secara tradisional di industri rumah tangga yang sanitasinya kurang memenuhi syarat pengolahan yang baik serta kondisi penyimpanan yang buruk selama pemasaran. Hal ini menyebabkan ikan asap mudah terkontaminasi oleh kapang dan mempunyai mutu yang rendah. Kapang dapat tumbuh pada ikan asap karena didukung oleh kandungan nutrisi yang memadai, suhu yang sesuai sekitar 25-45 °C dan kelembaban yang tinggi antara 60-80 %. Pertumbuhan kapang tidak hanya merusak struktur ikan asap tetapi juga melepaskan aflatoksin yang berbahaya bagi yang mengkonsumsinya.
Aflatoksin metabolit sekunder yang dihasilkan Aspergillus flavus, A. parasiticus, A. niger, A. nomius, A. japonicus, dan A. tamarii bersifat karsinogenik genotoksik, hepatoksik, dan mutagenik pada manusia. Aflatoksin diproduksi optimal oleh kapang pada suhu antara 24-35 °C, kelembaban lebih dari 7 % dan aw 0,78. Aflatoksin B1 merupakan mikotoksin yang paling toksik dan bersifat karsinogenik pada manusia. Indonesia menetapkan batas maksimum total aflatoksin pada pakan, jagung, dan kacang-kacangan sebesar 20 ppb dan aflatoksin B1 sebesar 15 ppb, namun untuk produk olahan perikanan belum ditetapkan.
Kontaminasi kapang pada ikan asap kurang mendapat perhatian meskipun toksin yang dilepaskan berisiko menimbulkan kanker hati, sirosis, dan ginjal pada manusia. Penelitian mengenai aflatoksin khususnya di Indonesia sebagai negara tropis telah banyak dilakukan pada komoditas biji-bijian tetapi belum banyak pada komoditas perikanan. Oleh karena itu perlu penelitian untuk mengetahui angka kejadian kontaminasi kapang dan keberadaan aflatoksin B1 pada ikan asap, sehingga dapat dilakukan usaha pencegahannya. Identifikasi kapang yang benar dan karakterisasi toksinnya dapat dijadikan kunci dalam menentukan jenis mikotoksin yang dihasilkan. Tujuan penelitian adalah frekuensi ditemukannya berbagai jenis kapang untuk mengetahui kapang apa yang paling sering mengkontaminasi, menganalisis keragaman dan densitas kapang kontaminan pada ikan asap, menganalisis korelasi densitas kapang dengan konsentrasi aflatoksin, dan mengidentifikasi kapang dominan pada ikan asap.
Ikan asap sebanyak 18 sampel diambil dari pedagang di Surabaya, Sidoarjo, dan Pasuruan. Kapang diisolasi serta ditentukan kelimpahan dan keragamannya menggunakan metode cawan tuang pada media Diclorant Rose Bengal Chloramphenicol (DRBC) agar. Kapang penghasil aflatoksin B1 dideteksi menggunakan media Aspergillus Flavus Parasiticus Agar (AFPA). Konsentrasi aflatoksin B1 diukur menggunakan metode LCMS- MS. Kapang diidentifikasi secara fenotipik dari kultur pada media Malt Extract Agar (MEA) dan Czapex Dox Agar (CDA). Kromosomal DNA isolat kapang penghasil toksin diekstraksi menggunakan Quick DNA TM Fungal/Bacterial Miniprep Kits dan diidentifikasi secara filogenetik berdasarkan similaritas sekuen 18S rDNA dan gen penyandi aflatoksin B1 (aflR, aflD, aflO). Pohon filogeni dikonstruksi menggunakan software MEGA versi 10.1.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa seluruh ikan asap dari ketiga lokasi ditemukan kelimpahan kapang dengan densitas 4,0 x 10' - 1,1 x 103 koloni/g pada suhu 28,0 - 31,3 °C dan kelembaban udara 48 - 50 %, kadar air 11,68 - 60,61 %, kadar garam 3,29 - 4,37 %, 0,72 - 0,89 aw, dan pH 5,51 - 6,24 dimana rerata kelimpahan tertinggi diperoleh pada ikan asap dari Surabaya dan terendah dari Pasuruan. Kelimpahan jenis kapang tertinggi ditemukan pada A. flavus (5,22) dan terendah F. solani (1,30). Keragaman kapang ikan asap diperoleh enam Genus dan 30 jenis kapang yaitu Alternaria infectori, Aspergillus aculeatus, A. alliaceus, A. flavus, A. fumigatus, A. niger, A. nomius, A. novofumigatus, A. ochraceus, A. ostianus, A. parasiticus, A. penicillioides, A. repens, A. rubrum, A. sojae, A. spinosa, A. subflavus, A. tamarii, A. versicolor, Cladosporium cladosporoides, Fusarium semitectum, F. solani, F. sporotrichioides dan F. verticillioides, Mucor racemosus, Penicillium citrinum, P. crustosum, P. digtatum, P. rugulosum dan P. pinophilum. Keragaman kapang pasar Surabaya termasuk kategori keragaman tinggi (3,63), sedangkan keragaman tingkat menengah ditemukan pada pasar Sidoarjo dan Pasuruan (3,29 - 3,33). Keragaman kapang antar jenis ikan termasuk keragaman menengah (2,62 - 3,07). Prevalensi kapang tertinggi berasal dari Genus Aspergillus (61,90 %) dan jenis kapang A. flavus (30,8 %). Prevalensi kapang tertinggi diperoleh dari ikan asap asal Surabaya (46,3 %) dan jenis ikan Patin (60,3 %). Ikan asap dari Surabaya dan Sidoarjo berpotensi memproduksi aflatoksin B1 dengan prevalensi sebesar 28 % dan konsentrasi aflatoksin B1 kurang dari 1,5 μg/kg. Kapang pada ikan asap didominasi oleh Aspergillus hijau dengan prevalensi 33,3% dibandingkan kapang lainnya. Aspergillus hijau diperoleh 8 jenis yang positif terdeteksi 3 gen penyandi aflatoksin B1 dan teridentifikasi berdasarkan karakteristik morfologi dan 18S rDNA sebagai A. alliaceus, A. flavus, A. nomius, A. parasiticus, A. repens, A. sojae, A. subflavus dan A. tamarii.
Kesimpulan penelitian meliputi kelimpahan kapang ikan asap dari pasar Surabaya dan Sidoarjo telah melewati standar mutu densitas kapang yang diperbolehkan. Keragaman kapang pada ikan asap dari ketiga lokasi pasar diperoleh enam Genus dan 30 jenis kapang yang termasuk dalam kategori keragaman sedang-tinggi dengan prevalensi isolat tertinggi berasal dari Genus Aspergillus dan jenis kapang A. flavus. Prevalensi aflatoksin B1 pada sebesar 28 % dengan konsentrasi kurang dari 1,5 μg/kg. Kapang pada ikan asap didominasi oleh kapang Aspergillus hijau dengan prevalensi sebesar 33,3 % dan teridentifikasi sebagai A. alliaceus, A. flavus, A. nomius, A. parasiticus, A. repens, A. sojae, A. subflavus dan A. tamarii. Adanya informasi yang diperoleh dalam penelitian ini perlu adanya perhatian terhadap penanganan dan pencegahan kontaminasi kapang pada ikan asap serta adanya standar mutu ikan asap terkait kapang aflatoksigenik.
B23000105 | TES 664.951.31 HER k | Archivelago Indonesia Marine Library - Perpustakaan Kementerian Kelautan dan Perikanan | Available |
No other version available