Megalocytivirus di Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Denpasar Bali

Collection Location Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo
Edition
Call Number
ISBN/ISSN
Author(s) Dimayanti Vaidatul Aulia
Subject(s) KIPA
Local Content
Classification NONE
Series Title
GMD CD-ROM
Language Indonesia
Publisher Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo
Publishing Year 2018
Publishing Place Sidoarjo
Collation
Abstract/Notes SK Kepala Badan No. 16/KEP-BKIPM/2016, bahwa Megalocytivirus sebagai HPIK golongan I dengan penyebaran Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Lampung dan Bali. Sehingga perlu pencegahan penyebaran dari deteksi dan identifikasi melalui metode PCR konvensional dan metode qPCR. Maksud KIPA ini adalah mengikuti seluruh kegiatan pengujian Megalocytivirus dengan metode PCR konvensional dan qPCR. Sedangkan tujuan dari KIPA ini adalah mengetahui pengujian serta perbedaan PCR konvensional dan qPCR Megalocytivirus, mengetahui prevalensi dan pencegahan Megalocytivirus.
KPA dilaksanakan tanggal 19 Maret sampai 6 Juni 2018 di Balai KIPM Denpasar dengan sumber primer dan sekunder. Prosedur pengujian PCR konvensional (IK 5.4.03.02-11 Megalocytivirus, 2017) : persiapan alat, bahan, contoh uji; ekstraksi DNA; amplifikasi; elektroforesis; dan pembacaan hasil. Sedangkan pengujian qPCR : persiapan alat, bahan dan contoh uji; ekstraksi; amplifikasi dengan probe, primer dan flourescent; dan analisa
Perbedaan PCR konvensional dan qPCR di Balai KIPM Denpasar yaitu: proses, PCR konvensional dilanjutkan elektroforesis dan pembacaan hasil sedangkan qPCR langsung dianalisa; alat, PCR konvensional dengan thermal cycler sesuai Wikipedia (2018) sedangkan qPCR dengan Rotor Gene; bahan, amplifikasi PCR konvensional sesuai IK 5.4.03.02-11 Megalocytivirus (2017) yaitu 10µM Foward, 10µM Reverse, Go Taq Green, NFW, Template DNA, dan IR M 103 sedangkan qPCR yaitu, Real Time Premix, IqZyme DNA, Yeast tRNA, IQ Real Irido dan template DNA; pendeteksian, PCR konvensional pada band sedangkan qPCR pada grafik theshold; hasil, PCR konvensional dan qPCR tidak sama pada sampel MDS 5.3 karena sensitifitas qPCR lebih tinggi dengan memanfaatkan sinar flourescent; dan sensitifitas dipengaruhi inhibitor, primer, probe dan flourescent PCR.
Tingkat prevalensi berdasarkan hasil pengujian Megalocytivirus selama periode Maret, April dan Mei berturut-turut sebanyak 6,89%, 6,67%, dan 8,33%. Balai KIPM Denpasar melakukan tindakan pencegahan Megalocytivirus berupa pemberian vaksin dan pemeliharaan kualitas air. Perlakuan untuk sampel positif dikoleksi dan dimusnahkan seperti dibakar atau dikubur.
Kesimpulan KIPA antara lain : tahapan PCR konvensional yaitu nekropsi, ekstraksi, amplifikasi, elektroforesis dan pembacaan hasil sedangkan qPCR yaitu nekropsi, ekstraksi, amplifikasi dengan probe, primer dan flourescent dan analisa; perbedaan ada di proses, alat, bahan, pendeteksian, hasil dan sensitifitas. qPCR lebih efisien, efektif dan akurat daripada PCR konvensional; prevalensi periode Maret, April dan Mei berturut-turut sebanyak 6,89%, 6,67% dan 8,33%; dan tindakan pencegahan yaitu pemberian vaksin dan pemeliharaan kualitas air. Berdasarkan hasil KPA dapat disarankan sebagai berikut: pengujian sebaiknya dilakukan sesegera mungkin; dan SDM sebaiknya lebih diperhatikan.
Specific Detail Info
Image
  Back To Previous