Jangir Bali

Collection Location SUPM Negeri Tegal
Edition
Call Number 899.221.3 ISK j
ISBN/ISSN 9796662256
Author(s) Nur St. Iskandar
Subject(s) Novel
Jangir Bali
Classification NONE
Series Title
GMD Text
Language Indonesia
Publisher Balai Pustaka
Publishing Year 2000
Publishing Place Jakarta
Collation x.258 hlm.;ilus.;21 cm
Abstract/Notes Novel yang berjudul Jangir Bali karya Nur ST. Iskandar ini menceritakan tentang kebudayaan Bali yang sangat kental, adanya upacara keagamaan Hindu di Singaraja yang merupakan pusat kebesaran dan kebudayaan Bali Utara.Raden Panji Susila seorang guru muda yang berusia 21 tahun, berasal dari Madura dan beragama islam. Susila sangat berantusias sekali melihat semua upacara keagamaan Hindu di Bali. Ia sangat ramah dengan siapa saja, saat itu pula Susila bertemu dengan I Ngurah. Seorang teman sejawatnya dan seorang Bali sejati. Bersama dengan Ngurahlah Susila melihat pertunjukkan tari Jangir yang terkenal dari Bali. Menurutnya tarian Jangir ini serupa dengan tarian Serimpi dari Jawa.Susila sangat menyukai tari Jangir itu, walau tarian itu baru pertama kali dilihatnya. Setelah pertunjukkan selesai, ia terkesima melihat kecantikan penari Jangir itu. Putusasih namanya, hampir seluruh Bali kenal dengan Putusasih. Setelah perkenalannya dengan Putusasih, Susila telah jatuh cinta pada Putusasih. Ngurah berbalas pantun dengan Susila yang sedang asyik melihat pertunjukkan Tari Jangir itu dan ternyata penari itu dapat menggugah hati Susila, hingga setiap malam Susila memikirkannya.Keesokan harinya Ngurah mengajak Susila melihat adat istiadat Bali yang amat terkenal yaitu pembakaran mayat atau Ngaben. Mereka memperhatikannya dengan saksama dari awal perarakan sampai upacara pembakaran mayat.Tiba-tiba di arah kiri terdengar perempuan menjerit dan tampak ditarik-tarik oleh dua orang laki-laki. Susila mencoba menolong dengan mendekati kedua orang tersebut. I Ketut dan Wirada nama mereka. Terjadila perkelahian hebat antara mereka, ketika Ngurah datang Ketut dan Wirada berubah menjadi malu dan langsung pergi meninggalkan Susila, Ngurah dan Putusasih. Susila terkejut ketika mengetahui orang yang ditolongnya adalah Putusasih yang pernah ia temui tempo hari. Akhirnya mereka pergi meninggalkan tempat pembakaran mayat dan pulang ke rumah masing-masing.Kejahatan kedua orang itu sudah lama dicari polisi dan beberapa lama kemudian mereka tertangkap. Karena pertolongan Ngurah, mereka tidak mendekam di penjara. Namun Susila berhati-hati akan kejahatan I Ketut dan Wirada kepada Putusasih. Menurut Ngurah untuk menjaga Putusasih dari kejahatan kedua orang itu yaitu dengan cara meminta Putusasih pada orang tuanya, jika Susila benar-benar menaruh hati pada Putusasih dan tidak mempersoalkan keadaan dan derajatnya.Ternyata sudah yakin Susila akan perasaanya pada Putusasih. Keesokan harinya Susila bersama Ngurah dan Nyoman Gede pergi ke tempat kediaman Putusasih. Setelah beberapa lama sampailah mereka di rumah Putusasih. Mereka disambut baik oleh ibu Putusasih, Ibu Putusasih berterima kasih atas pertolongan Susila pada Putusasih.Susila kagum atas kecantikan paras dan kelembutan hati Putusasih, denyut jantung Susila bertambah keras, cinta yang ada di hatinya begitu hebat. Nyoman Gede segera membuat kelakar lucu, hingga semua yang hadir tertawa riang.Susila dan kedua temannya menyatakan maksud dan tujuannya bahwa Susila hendak meminang Putusasih. Ibu Putusasih sangat terkejut, beliau menyadari bahwa keluarganya tak sebanding dengan Susila yang berasal dari keluarga bangsawan, dan ibunya khawatir bahwa Putusasih akan kecewa dan mendapat celaka di kemudian hari.Keesokan harinya ibu Putusasih menceritakan semua rahasia hidupnya pada Putusasih bahwa ibunya pernah dilamar oleh tiga lelaki namun ibu menolaknya, tapi diantara pelamar itu seorang yang menarik hati ibu. Tak berfikir panjang ibu menerimanya, tak lama kemudian menikah. Namanya Raden Joyosasmito, seorang bangsawan Jawa dan seorang Mantri Candu di Singaraja dahulu. Pangkatnyalah yang telah meracuni ibu. Lama-kelamaan rupanya ia bosan pada ibu, ia selalu marah-marah dan tak ada tidak ada perbuatan ibu yang indah di matanya, namun ibu tetap sabar. Semua perlakuan itu disebabkan karena nasib ibu yang buruk dan terhina.Saat ibu mengandung Putusasih, dan ketika kandungan ibu sudah hampir bulannya, ayah dipindahkan ke tanah Jawa kembali. Ibu ditinggalkan dalam keadaan hamil besar namun ibu masih mengantarnya ke kapal, pulang dari itu ibu pingsan lalu dibawa oleh nenek pulang. Lahirlah Putusasih, sejak aayah meninggalkan ibu, ia lenyap dan tak terdengar kabar beritanya.Putusasih sangat sedih mendengar sejarah kehidupan dirinya. Ibunya berfikiran bahwa pernikahan orang yang tidak sederajat tidak akan selamat. Namun Putusasih percaya bahwa Susila tidak akan berbuat demikian, sepserti yang dicemaskan oleh ibunya, karena Susila tidak memandang perbedaan manusia dengan manusia lainnya, semua sama tinggi rendah di sisi Allah. Namun ibu Putusasih menyarankan Putusasih menikah dengan Made Dingin yang satu memiliki nasib yang sama dengannya yaitu bangsa sudra. Namun Putusasih merasa berhutang budi dan nyawa pada Susila yang telah menolongnya.Akhirnya cinta Susila terbalas oleh Putusasih dengan tulus dan ikhlas. Susila mempunyai cita-cita yaitu untuk memajukan masyarakat Bali dan akan mendirikan Sekolah Taman Siswa dan Koperasi di Desa Singaraja.Susila banyak mengalami rintangan untuk mendirikan Sekolah Taman Siswa karena dipandang sebagai musuh oleh Pemerintah Hindia-Belanda.Berbeda dengan sekolah-sekolah yang didirikan gubernemen yang membawa banyak perubahan jiwa dan cara hidup rakyat Bali. Di Sekolah itu yang terpenting hanyalah pengabdian pada harta benda dan keduniaan dengan adnya tingkatan-tingkat kasta yang membedakan seorang manusia dengan manusi lainnya, dan mengabaikan budi pekerti dan sopan santun.Susila yakin bahwasanya Taman Siswa ini mendapat tempat yang istimewa karena pengajaran dan pendidikan pokok dasarnya adalah perikemanusiaan, kebangsaan, persatuan dan cinta tanah air. Berkat semangat dan kesungguhan hatinya dan bantuan Ngurah dan Nyoman Gede, akhirnya terlihat hasilnya.Sebenarnya Susila tidak hidup sebatang kara, ia memiliki paman dan bibinya. Pamannya bernama Raden Panji Kusumo Wijoyo, seorang Mantri Pajak di Singaraja dan beliau sangat berpegang teguh kepada aturan bangsawan.Paman dan bibinya tidak setuju jika Susila endak meminang dengan gadis Jangir dan mendirikan Taman Siswa. Pamannya menganggap Susila sudah sesat karena dianggap telah menurunkan derajat diri dan keluarganya. Apalagi kabarnya Susila telah dipertunangkan di Madura oleh anak kakaknya, Raden Ajeng Ratnakusuma namanya.Sangat berbahaya diri Susila sekarang, dua mata-mata Polisi berkenalan dan bertanya tentang asal-usulnya. Mula-mula pertanyaan itu dijawab oleh Pamannya dengan lurus. Polisi curiga terhadap Susila, perbuatannya dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan aturan menjaga kesejahteraan dan keamanan umum, terutama cita-citanya yang hendak menghapuskan kasta orang Bali dan hendak mengukuhkan persatuan. Perbuatan menyatukan rakyat dipandang sebagai penghasut dan harus diusir dari negeri itu.Perkumpulan Koperasi yang didirikan Susila itupun telah menimbulkan marah dan emosi pada satu golongan, karena hasil utama sosial Susila akan menjadi racun bagi kehidupan orang muda. Susila heran akan kepicikan Polisi dan Pendirian Kolonial itu. Semua usaha untuk memajukan rakyat akan selalu dicurigai dan dihalangi. Namun ia tidak akan menyerah meskipun nyawanya sebagai taruhannya.Sekarang Susila hendak ke rumah Putusasih, kemanapun Susila pergi, selalu ada mata-mata yang selalu mengikuti langkahnya. Susila bahagia ketika bertemu dengan Putusasih, mereka saling melepaskan rindu dan saling bersenda gurau. Tiba-tiba di dekat pintu Gapura telah nampak seorang laki-laki berdiri memandang mereka dengan tajam. Putusasih jadi gelisah.rnSusila telah mengetahui sejarah hidup Putusasih. Namun Susilah menerima perbedaan itu dan meyakinkan Putusasih atas ketulusan hati Susila.Susila, Putusasih dan Ibu Putusasih membicarakan tentang cita-cita Susila dan rencana pernikahan akan dilangsungkan tepat setelah hari selesainya pembukaan Sekolah Taman Siswa. Putusasih dan ibunya setuju dengan rencana pernikahan anaknya dengan Susila kelak. Tiba-tiba nampak di muka pintu pagar dua orang laki-laki berdiri. Mereka adalah Punggawa Desa dan seorang lagi adalah orang yang telah mengintai Susila tengah hari itu. Kedua orang itu dipersilahkan duduk. Punggawa bertanya kepada Ibu Putusasih tentang Susila, pertanyaan iyu dijawab dengan lurus, dari mulai pertemuan mereka, tentang niat maksud Susila, tentang sekolah, koperasi, hingga tentang pernikahan Susila dengan Putusasih diceritakannya dengan singkat. Setelah selesai bertanya jawab, Punggawa dan lelaki itupun keluar dari rumah Susila. Lelaki yang sebagai mata-mata itu merasa kesal pada Punggawa karena ia tidak berterus terang tentang maksud dan tujuan, bahwa Susila telah dimata-matai oleh Polisi dan mata-mata itu hendak menangkap Susila. Dan Mata-mata itu mengira Punggawa bersekongkol dengan Susila. Punggawa hanya mempertahankan orang yang tentu bersaah dan menuduh orang dengan membabi buta. Punggawa adalah orang yang baik hati, usianya 50 tahun dan orang ternama di Bali, dan mengetahui sejarah hidup gadis Jangir. Mata-mata itu meminta Punggawa menandatangani surat yang enuh dengan tulisan, namun Punggawa menolak. Melainkan ia ingin membuat laporan sendiri lalu akan dikirim pada Mantri Polisi di Singaraja. Mata-mata khawatir jika laporannya tidak sesuai dengan laporang Punggawa,maka kepercayaan Polisi padanya akan hilang. Maka ia membenarkan perkataan Punggawa. Kemanapun Susila pergi selalu diikuti oleh Mata-mata dengan sembunyi-sembunyi. Ia mencurigai Susila, apalagi Susila dianggap merebut gadis Jangir. Mata-mata itu ternyata berkeinginan untuk memiliki Putusasih dari dulu, dan sudah mencari cara untuk mendapatkannya dengan cara I Ketut dan Wirada yang hendak mencuri Putusasih dahulu. Dan sekarang Putusasih akan menikah dengan dengan Susila, sungguh panas hatinya. Dia kan melakukan apa saja dan tidak akan peduli asalkan Putusasih jatuh ke tangannya. Namun usahanya dihalangi ole Punggawa. Susila dan Ngurah bertemu dengan kawan-kawannya. Trisna adalah kawan seperjuangannya. Berkat keteguhan dan kesucian cita-cita, mereka berhasil mendirikan sidang pengurus Taman Siswa di Sanjen dan disetujui oleh Punggawa Triwangsa. Namun Susila tidak leluasa bergerak bahkan sekolahnya sering dikunjungi oleh Mata-mata. Perubahan pandang dan tingkah laku terhadap dirinya yang bersangkutan dengan tindakan Polisi yang makin lama makin keras, dan walaupun pamannya tega menjauhkan Susila dengan keluarga karena perbedaan paham, namun tidak mematahkan semangatnya. Tengah hari Susila mengunjungi Ngurah, ada kabar bahwa ada dua anggota pengurus Sekolah Taman Siswa yang mengundurkan diri yaitu I Marga dan Made Sugira. Mereka terancam dan menganjurkan sidang pengurus Taman Siswa dibubarkan. Karena semua tindakan yang dilakukan Susila telah dianggap sebagai tindakan komunis.rn Saatnya Susila menemui Tunangannya yaitu Putusasih. Putusasih melihat wajah Susila seperti orang yang kehilangan akal. Dan Putusasih mengetahui kabar yang menyakitkan hati Susila. Putusasih ingin selalu bersama dalam suka dan duka. Putusasih sangat khawatir dengan keadaan Susila kelak. Akhirnya pernikahan antara Putusasih dan Susila akan berlangsung pada minggu-minggu ini. Suatu hari di Bali diadakan upacara Bulan Purnama Raya, di situ tergambar sifat Bali yang gembira, senang hidup untuk mati. Sore harinya Susila mendapat surat kawat, ia langsung membaca surat itu. Isinya bahwa ibunya sedang sakit keras dan ia harus segera pulang ke rumah, ia terisak-isak membaca surat itu, pengirimnya adalah Wahyuni. Wahyuni adalah saudara sepupu, anak dari pamannya. Keesokan harinya, Susila menemui Ngurah dan Nyoman Gede, ia menceritakan berita itu pada mereka. Akhirnya ia memutuskan untuk berngkat ke Surabaya. Ngurah dan Nyoman Gede mengantarkannya ke Kapal. Mata-mata itupun bersembunyi dan melihat Susilah pergi. Susilah mengabarkan hal ini pada Putusasih melalui sepucuk surat. Setelah beberapa lama sampailah Susilah di rumah ibunya di Bangkalan. Susila heran saat melihat ibunya, ibunya yang nampak sehat, sedikitpun tak ada tanda-tanda sakit atau bekas sakit. Kemudian Susila bertanya pada Wahyuni yang mengirimkan surat itu, ternyata Susila dipermainkannya. Ibu dan Pamannya berencana hendak menikahkan Susila dengan Wahyuni. Namun Susila hanya menganggap Wahyuni sebagai adiknya semata dan Susila menceritakan bahwa ia telah bertunangan dengan gadis Bali yaitu Putusasih. Sebenarnya Susila ke rumah ingin meminta izin ibu bhwa ia akan menikah dengan Putusasih. Namun ibunya marah dan tidak menyetujuinya, karena dianggap menghilangkan derajat keturunannya. Susila membicarakan tentang masalah pengajaran, sosial, dan tentang pertaliannya dengan Putusasih secara halus kepada Wahyuni. Wahyuni pun memohon diri, sejak saat itu ia tidak lagi datang ke rumah ibu Susila. Tiga hari kemudian datanglah sepucuk surat yang ditulis oleh Wahyuni, yang berisi tentang ketidaksetujuannya atas perjodohan itu dan ia sangat menerima keputusan Susila. Malam hari datanglah seorang suruhan mantra Polisi, Wantilan namanya. Ia pergi ke rumah Putusasih, ketika Putusasih sedang membaca surat dari Susila. Putusasih ketakutan pada Wantilan, dan Wantilan mengatakan kepada Putusasih bahwasanya Susila telah menikah dengan gadis bangsanya. Namun Putusasih tak menghiraukan perkataannya. Di Tengah percakapan Wantilan dan Putusasih nampak dua orang lelaki berpakaian tdan bertopeng hitam masuk ke dalam rumah sambil membawa keris, terjadilah perkelahian hebat antara Wantilan dengan Ketut hingga seorang tersandar di dinding dengan kuat. Lampu yang tersangkut di situ jatuh,, pecah dan minyaktertumpah ke lntai lalu dimakan api. Putusasih dan Ibunya menjerit dan meminta bantuan, tak lama kemudian orang desa berlarian ke sana-ke mari dan tiba-tiba hujan turun lebatnya. Setelah hujan reda, penyelidikan diteruskan. Rumah Putusasih berubah jadi abu. Putusasih dan ibunya pun tidak terdengar kabar beritanya.rnrnMenurut keterangan Polisi, Ibu Putusasih telah hangus terbakar dan sekarang Putusasih hilang entah kemana perginya. Kini Putusasih hidup sebatang kara, sampai akhirnya ia bertemu dengan I Raksa dan istrinya Trimurti di Desa Garendot, ia mengetahui tentang Putusasih sekarang, sementara Putusasih tinggal di Rumah I Raksa sampai keadaan aman karena Wantilan meninggal dibunuh, dan Putusasih takut disangka sebagai pembunuh. Guru-guru Sekolah Taman Siswa, Sekolah Kerajinan Putri, Pengurus Rukun Tani dan Koperasi Pasar ditangkap oleh Polisi karena disangka komunis, dan Susila pun disangka juga. Akhirnya I Raksa menyarankan agar Putusasih pergi ke Tanah Jawa bersama I Raksa. Bimbang hati Susilah walau ibunya tidak memaksa dia menikah dengan Wahyuni. Semua usahanya tidak berhasil untuk pergi ke Bali, namun secara diam-diam akhirnya ia pergi ke Bali. Sampailah Susila ke Bali, Ida Nyoman pun menceritakan semua yang terjadi selama Susila pergi, dari mulai sekolah, koperasi, dan masalah Putusasih yang hilang namun ia selamat. Demi membela kawan-kawannya yang tidak bersalah terperangkap dalam Penjara, ia pun terjebak oleh tipu daya Polisi dan akhirnya Susila pun terperangkap di dalam Penjara. Di dalam Penjara Susila diancam harus mengakui yang didakwakan oleh Polisi. Namun ia tidak menjawab dan mengakui. Setelah beberapa hari Susila dalam Penjara, dua hari kemudian barulah ia dikeluarkan dan dibuang dari Bali melalui kendaraan tertutup sehingga ia tidak boleh melihat Pulau Bali untuk selama-lamanya. Sampailah Susila di Surabaya, ia berpikir bahwa tidak semua yang lama itu buruk dan harus dilupakan, untuk menguatkan hati Susila dan untuk keselamatan bersama, ia berangkat ke Malang. Di Malang ia berteman dengan Raden Ajeng Ratnakusuma seorang gadis yang bercita-cita besar pula dan aktif dalam Partai Indonesia Raya. Lama-kelamaan perasaan Ratna berganti menjadi perasaan cinta, Ratna jatuh cinta pada Susila. Ia mencoba mencari perhatian Susila dengan bersenda gurau. Malam hari Ratna mencari cara agar Susila mengerti bahwasanya ia mencintainya. Akhirnya ia menulis sepucuk surat cinta untuk Susilah. Setelah Susila membaca surat itu, semalam ia telah diputuskan akan menolak cinta Ratna yang juwita itu dan hatinya hanya untuk Putusasih seorang. Namun keduanya sangat menggelisahkan hatinya, ia tak sanggup untuk menjatuhkan pilihan kepada salah satu dari mereka. Akhirnya Susila menulis surat bahwa ia telah memilih Putusasih di hatinya dan sekarang hendak ke Surabaya. Putusasih dan I Raksa telah sampai di Tanah Jawa, di Sana ia bertemu dengan orang yang berasal dari Bali, di sebuah perkumpulan seni yang khusus kesenian Bali. Dan Putusasih akhirnya menjadi Penari Jangir, banyqak orang yang tertarik dengan pertunjukkan tariannya. Malam Minggu di Rumah seorang Priyai di kota Banyuwangi diadakan perjamuan, Putusasih dan kawan-kawannya datang menghibur para tamu dengan tarian jangirnya. Setelah selesai pertjunjukkan tariannya itu, keesokan harinya Putusasih dipanggil oleh Priyai di kantornya, bukan main takutnya Putusasih. Priyai itu meminta Putusasih menjadi istrinya, namun Putusasih menolaknya. Sesampainya Susila di kota Surabaya, ia pergi ke rumah Raden Hardja , bahwa ia menerima surat dari Ngurah, mengabarkan bahwa Sekolah Taman Siswa dan Sekolah Kerajinan Gadis-gadis dibuka kembali. Susila merasa bahagia dan segera mencari Putusasih, dari mulai kota yang ramai, tempat tari, joget dan tempat-tempat lain namun tak ada hasilnya. Kemudian ia bertemu dengan orang yang bernama R. Joyosasmito, beliau adalah ayah Putusasih. Dan menceritakan semua kejadian yang dialami anaknya. Susila ragu dan hampir putus asa. Di Pasar Malam, pada malam Minggu Susila melihat pertunjukkan Tari Jangir, Susilah datang dan berharap bertemu dengan Putusasih di Sana. Setelah selesai pertunjukan tarian itu, Susila langsung menghampiri Putusasih, air mata bahagia meleleh di pipinya. Lalu mereka pergi ke Surabaya. Keesokan harinya, ayah Putusasih datang ke Surabaya dan bertemu dengan Putusasih. Mereka berangkat ke Pasuruan dengan penuh harapan. Beberapa pekan kemudian, pernikahan kedua _nsane yang saling mencintai itu sudah berlangsung. Penderitaan, kesengsaraan dan kepedihannya telah berganti dengan kebahagiaan.
Specific Detail Info
Image
  Back To Previous